Senin, 05 Januari 2015

manfaat wakaf


1. Membuka peluang manusia untuk bisa beramal kepada sesama manusia selamanya. hal ini terkait bahwa salah satu unsur wakaf adalah bahwa barang yg di wakafkan harus memiliki sifat kekal. sehingga selama barang wakaf tersebut di manfaatkan sebagai mana mestinya, itu berarti pahala bagi pemberi wakaf akan terus didapatkan.
2. membantu orang lain untuk mendapatkan kemudahan dgn memanfaatkan barang yg di wakaf kan.
3. menjadi perangsang bagi orng lain untuk bisa berbuat baik kepada sesama manusia.
4.Menghilangkan sifat tamak dan kikir manusia atas harta yang dimilikinya.
 
 

manfaat zakat

zakat ialah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah danmanfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:
1. sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah at-Taubah: 103 dan surah ar-Ruum: 39. Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan semakin bertambah dan berkembang.
Firman Allah dalam surah Ibrahim: 7. Artinya:Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.
2. karena zakat merupakan hakmustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina mereka terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahik, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita. (Lihat berbagai pendapat ulama dalam Yusuf al-Qaradhawi, Fikih Zakat, op. cit, hlm. 564)Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, disamping akan menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang yang miskin dan menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT.
Firman Allah dalam surah An-Nisaa:37, Artinya:(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir [1] siksa yang menghinakan. [1]Maksudnya kafir terhadap nikmat Allah, ialah karena kikir, menyuruh orang lain berbuat kikir. Menyembunyikan karunia Allah berarti tidak mensyukuri nikmat Allah.
3. sebagai pilar amal bersama (jamai) antara orang-orang kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.
Allah berfirman dalam al_Baqarah: 273, Artinya:(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Di samping sebagai pilar amal bersama,zakat juga merupakan salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam.Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat merupakan salah satu bentuk perintah Allah SWT untuk senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maaidah: 2,
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa
Juga hadits Rasulullah saw riwayat Imam Bukhari(Shaih Bukhari,
Riyadh: Daar el-Salaam, 2000, hlm. 3) dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda, Tidak dikatakan (tidak sempurna) iman seseorang, sehingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.

MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF DALAM PENINGKATAN EKONOMI UMAT

Dilihat dalam konteks kehidupan ekonomi, umat Islam selalu diidentikkan dengan kemiskinan. Sisi pandang seperti ini, kelihatan ada benarnya, disaat dipandang kenyataan masyarakat miskin dunia itu,mayoritasnya adalah umat Islam. Negara berkembang yang masih sarat dengan kemiskinan itu, umumnya adalah negara yang berpenduduk mayoritas muslim.
Pada hal kalau diperhatikan secara normatif, Islam sangat anti dan menolak kemiskinan. Bahkan Islam tidak membenarkan kaum sufi yang telah menerima konsep Manichaeisme dari Persia. Zuhud dalam idiom Islam bukan berarti memuji kermiskinan. Karena zuhud harus dipahami sesuai dengan maknanya yakni memiliki sesuatu dan menggunakannya secara sederhana.(Yusuf al-Qardhawi, 1995)
Banyak ayat dan hadis memandang kemiskinan sebagai bahaya yang menakutkan. Bahaya ini bisa mengancam individu dan masyarakat, akidah dan keimanan, moral dan akhlak, pemikiran dan kebudayaan. Akan tetapi kenapa kenyataan masyarakat Islam hari ini, bisa dalam realitas kehidupan dan persepsi identik dengan lemiskinan seperti itu?
Di antara penyebabnya adalah karena banyak umat Islam, dalam memahami konsep zakat, wakaf, dan sebagainya dalam perspektif yang kurang pas, sehingga berimplikasi terhadap penerapan yang kurang proporsional dan profesional. Untuk itu perumusan dan pemahaman tentang manajemen zakat dan waqaf, setidaknya bagi elite tertentu, sudah merupakan suatu hal yang seharusnya. Sehingga zakat dan waqaf ini tidak saja sebagai unsur kewajiban sikaya yang harus dibayarkan kepada simiskin, akan tetapi bagaimana agar dapat memberikan implikasi filosofis yang lebih jauh, yakni kemiskinan itu sebetulnya  tidak harus ada dalam konsep umat Islam. Dengan arti kata, kalau zakat dan waqaf itu bila dimanej secara profesional, tentunya akan menjadi sebuah kekuatan bagi ekonomi umat.
A.Zakat dalam Konsep
Sebelum dibahas tentang manejemen zakat dan wakaf, alangkah lebih baik diulas lebih dahulu bagaimana zakat dan wakaf itu dalam konsep. Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi penting, strategis, dan menentukan, baik dari sisi ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun Islam, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadis Nabi. Sehingga keberadaannya dianggap ma’lûm min addien bi al-dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak  dari keislaman seseorang.(Didin Hafidhuddin, 2004).  Di dalam al-Qur`ân terdapat kurang lebih 27 ayat yang menyejajarkan shalat dan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata.
Al-Qur`ân menyatakan bah-wa kesediaan berzakat dipandang sebagai indikator utama ketunduk-an seseorang terhadap ajaran Islam (QS. 9:5) dan (QS.9:11), ciri utama mukmin yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup (QS.23:4), dan ciri mukmin yang akan mendapat-kan rahmat dan pertolongan Allâh SWT (QS.9:73 dan QS. 22: 40-41).  Kesedian berzakat dipandang pula sebagai orang yang selalu ber-keinginan untuk membersihkan diri dan jiwanya dari berbagai sifat buruk seperti bakhil, egois, rakus, dan tamak, sekaligus berkeinginan untuk selalu membersihkan, menyucikan, dan mengembangkan harta yang dimilikinya (QS.9:103 dan QS.30:39).
Sebaliknya, ajaran Islam memberikan peringatan dan ancaman yang keras terhadap orang yang enggan mengeluarkan zakat.  Di akhirat kelak, harta benda yang disimpan dan ditumpuk tanpa dikeluarkan zakatnya, akan berubah menjadi azab bagi pemiliknya (QS.9:34-35).  Sementara dalam kehidupan dunia sekarang, orang yang enggan berzakat menurut beberapa hadis Nabi, harta bendanya akan hancur.  Dan jika keengganan ini memassal, maka Allâh SWT akan menurunkan berbagai azab, seperti musim kemarau yang panjang.  Atas dasar itu, sahabat Abdullah ibnu Mas’ud menyatakan bahwa orang-orang yang beriman diperintahkan untuk menegakkan shalat dan mengeluar-kan zakat.  Siapa yang tidak berzakat, tidak ada shalat baginya.  Rasulullah Saw., pernah meng-hukum Tsa’labah yang enggan berzakat dengan isolasi yang berkepanjangan.  Tak ada seorang sahabatpun yang mau berhubungan dengannya,  meski hanya sekedar bertegur sapa. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq bertekad akan meme-rangi orang-orang yang mau salat tetapi enggan untuk berzakat.  Ketegasan ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan, dan bila hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan pelbagai kedurhakaan dan kemaksiatan yang lain.
Kewajiban menunaikan zakat yang demikian tegas dan mutlak itu, karena dalam ajaran Islam ini terkandung hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan muzakki, mustahiq, harta benda yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.  Hikmah dan manfaat tersebut, antara lain adalah:
Pertama, sebagai perwujud-an iman kepada Allâh SWT, mensyukuri nikmat-Nya menum-buhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kepedulian yang dapat menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan dan menyucikan harta yang dimiliki (QS.9:103, QS.30:39, QS.14:7).
Kedua, karena zakat meru-pakan hak bagi mustahiq, maka berfungsi untuk menolong, mem-bantu dan membina mereka, terutama golongan fakir miskin ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada Allâh SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki, dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka ketika melihat golongan kaya yang berkecukupan hidupnya.  Zakat sesungguhnya bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif yang sifatnya sesaat akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka, dengan cara menghilangkan atau memperkecil penyebab yang men-jadikan kehidupan mereka miskin dan menderita.
Ketiga, sebagai pilar jama’i antara kelompok aghniyâ’ yang berkecukupan hidupnya dengan para mujahid yang waktunya sepenuhnya untuk berjuang di jalan Allâh, sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk berusaha bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya.  Firman Allâh dalam QS. al-Baqarah/2:273.
للفقراء الذين احصروا في سبيل الله لا يستطيعون ضربا في الارض يحسبهم الجاهل أغنياء من التعفف تعر فهم بسيمهم لا يسئلون الناس إلحافا وماتنفقوا من خير فإن الله به عليم.{ ا لبقرة : 273}
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allâh mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta.  Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.  Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allâh), maka sesungguhnya Allâh Maha Me-ngetahui”. (QS. al-Baqarah/2:273).
Keempat, sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana pendidikan, kesehatan, maupun sosial-ekonomi, dan ter-lebih lagi bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.
والمؤمنون والمؤمنت بعضهم أولياء بعض يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويقيمون الصلوة ويؤتون الذكوة ويطيعون الله ورسوله اولئك يرحمهم الله ان الله عزيزحكيم.{ التوبة:71}.  
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.  Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allâh  dan Rasul-Nya.  Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allâh, sesungguhnya Allâh Maha Perkasa dan Maha Bijaksana”. (QS. at-Taubah/9:71).
Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, karena zakat tidak akan diterima dari harta yang didapatkan dengan cara yang bathil (al-Hadits).  Zakat mendorong pula umat Islam untuk menjadi muzakki yang sejahtera hidupnya.
Keenam, dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan pendapatan.  Dengan zakat yang dikelola dengan baik dimungkinkan membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan economic growth with equity.  Kahf menyatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter, dan  sebagai akibat dari zakat harta akan selalu beredar.
Zakat, menurut Ahmad, adalah sumber utama kas negara, sekaligus merupakan soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan al-Qur`ân. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan, dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi.
Zakat juga merupakan insti-tusi yang komprehensif untuk distribusi harta, karena hal ini menyangkut harta setiap muslim secara praktis, saat hartanya telah sampai atau melewati nishab.  Akumulasi harta ditangan se-seorang atau sekelompok orang kaya saja, secara tegas dilarang Allâh SWT, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur`ân surat al-Hasyr/59:7.
......كي لا يكون دولة بين الا غنياء منكم ... {الحثر : 7}.
“.......agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja diantara kamu..........”(al-Hasyr/59:7).
B.Wakaf Tunai dalam Perspektif
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang potensinya belum sepenuhnya digali dan dikembangkan. Pembahasan ulama dan intelektual tentang wakaf, khusus wakaf tunai, sesungguhnya telah cukup maju, tidak hanya pada kalangan intelektual kontemporer, seperti, Monzer Kahf, Khaled R. Al-Hajeri, Abdulkader Thomas, M.A. Mannan saja,  melainkan para ulama mazhab pun tidak luput membicarakannya.   Banyak gagasan yang mereka kemukakan sudah mengantisipasi perkembangan zaman. Akan tetapi, sebelum dijelaskan lebih jauh, bagaimana wakaf tunai (uang) lebih jauh, agaknya lebih baik dijelaskan terlebih dahulu syarat-syarat benda yang diwakafkan menurut ulama fikih, yakni; pertama, harta yang diwakafkan itu harus jelas wujudnya, agar terjamin kepastian hukum dan hak orang yang menerimanya. Kedua, benda tersebut harus punya nilai ekonomis, tetap/kekal zatnya dan dapat dimanfaatkan terus menerus oleh mauquf alaih. Ketiga, harus milik siwaqif sepenuhnya. Bagaimana halnya pendapat ulama mazhab tentang wakaf tunai (uang)? Ulama mazhab Maliki misalnya, membolehkan mewakafkan manfaat hewan untuk dipergunakan, dan membolehkan mewakafkan uang.  Ulama mazhab Syafi’i dan mazhab Hambali berpendapat bahwa baik harta bergerak, seperti mobil dan hewan, maupun harta tidak bergerak seperti rumah dan tanaman, boleh diwakafkan (Menteri Agama RI, pada pembukaan Workshop Wakaf Produktif, Batam, 2002).
Beberapa ulama terdahulu seperti az-Zuhri (wafat tahun 124 H) berpendapat bahwa boleh me-wakafkan dinar dan dirham.  Caranya ialah menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha (dagang) kemudian menya-lurkan keuntungannya sebagai wakaf.  Menurut Mazhab Hanafi (Wahbah al-Zuhaily, 1997) bahwa uang yang diwakafkan dijadikan modal usaha dengan sistem mudharabah atau sistem bagi hasil lainnya.  Keuntungan dari bagi hasil diberikan untuk kepentingan umum.
Meskipun beberapa ulama ada juga yang tidak menyetujui wakaf tunai dengan uang, seperti Ali Abidin (Anwar Ibrahim, 2002). Didin (2004), berpendapat bahwa wakaf tersebut dibenarkan dalam syariah, dengan catatan uang tersebut tetap terjaga dan terpelihara, misalnya disimpan di Lembaga Keuangan Syariah yang amanah dan profesional.  Banyak sasaran yang bisa dicapai dengan wakaf tunai, seperti dikemukakan A. A. Mannan (1995) yang telah berhasil mengembangkan sertifikat wakaf tunai di Bangladesh, yaitu:
1.Menjadikan perbankan seba-gai fasilitator untuk mencipta-kan wakaf tunai dan membantu dalam pengelolaan wakaf.
2.Membantu memobilisasi ta-bungan masyarakat dengan menciptakan wakaf tunai dengan maksud untuk memperingati orang tua yang telah meninggal dan anak-anak serta mempererat hubungan kekeluargaan orang-orang kaya.
3.Meningkatkan investasi sosial dan mentransformasikan tabungan masyarakat menjadi modal.
4.Memberikan manfaat kepada masyarakat luas, terutama golongan miskin, dengan menggunakan sumber-sumber yang diambilkan dari golongan kaya.
5.Menciptakan kesadaran di antara orang kaya tentang tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat.
6.Membantu pengembangan Social Capital Market.
7.Membantu usaha-usaha pem-bangunan bangsa secara umum dan membuat hubungan yang unik antara jaminan sosial dan kesejah-teraan masyarakat.
C.Manajemen Zakat dan Wakaf
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allâh SWT yang terdapat dalam al-Qur`ân surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang kelompok yang berhak menerimanya (mustahiq) dan ayat 103 yang menjelaskan tentang pentingnya zakat untuk diambil (dijemput) oleh para petugas (amil) zakat.  Demikian pula petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Muadz Ibn Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau mengatakan:
“.....jika mereka telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan melak-sanakan salat, maka beritahukanlah bahwasanya Allâh SWT telah mewajibkan zakat yang diambil dari harta mereka dan diberikan kepada orang-orang fakirnya....”
Seperti telah dikemukakan di atas dan juga berdasarkan petunjuk al-Qur`ân, hadis Nabi dan pelaksanaannya di zaman Khulafa’ al-Rasyidin, bahwa pelaksanaan zakat bukanlah sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban bersifat otoritatif (ijbari). Jadi zakat tidaklah seperti shalat, shaum, dan ibadah haji yang pelaksanaannya diserahkan kepada individu masing-masing (sering disebut sebagai masalah dayyani), tetapi juga disertai keterlibatan aktif dari para petugas yang amanat, jujur, terbuka, dan profesional yang disebut amil zakat (sering disebut sebagai masalah qadha’i).
Pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakat, menurut Didin (2002), didasarkan pada beberapa pertimbangan.  Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.  Kedua, menjaga perasaan rendah diri para mustahiq apabila berhadapan langsung untuk menerima haknya dari para muzakki.  Ketiga, untuk mencapai efisiensi, efektifitas, dan sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada di suatu tempat.  Misalnya, apakah disalur-kan dalam bentuk konsumtif ataukah dalam bentuk produktif untuk meningkatkan kegiatan usaha para mustahiq.  Keempat, untuk memperlihatkan syi’ar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang Islami.  Sebaliknya, jika penyelenggaraan zakat itu begitu saja diserahkan kepada para muzzaki, maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahiq lainnya terhadap orang-orang kaya tidak memperoleh jaminan yang pasti.
Asas operasional dan pelaksanaan zakat seperti dikemukakan di atas tidak mengabaikan sifat dan kedudukan zakat itu sendiri sebagai ibadah mahdhah yang harus dilaksanakan atas dasar kesadaran, keikhlasan, dan ketaqwaan seseorang kepada Allâh SWT.  Demikian asas ikhlas dan sukarela tetap dominan dalam pelaksanaan zakat sebagaimana yang berlaku pada zaman Rasulullah SAW., Khulafa’ al-Rasyidin, dan pemerin-tahan Islam sesudahnya.  Zakat yang sudah dikumpulkan oleh  Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau Badan Amil Zakat (BAZ) harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan mustahiq, sebagaimana digambarkan dalam al-Qur`ân surat at-Taubah  ayat 60.  karena itu LAZ harus dikelola dengan amanah, jujur, transparan dan profesional.  Dalam pasal 22 KMA Nomor 581 tahun 1999 dikemukakan bahwa LAZ yang baik memenuhi persyaratan, yaitu:
Berbadan hukum
Memiliki muzakki dan mustahiq
Memiliki program kerja
Memiliki pembukuan
Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit
Zakat yang dikumpulkan disalurkan langsung untuk kepentingan mustahiq, baik yang bersifat konsumtif, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur`ân surat al-Baqarah ayat 273, maupun yang bersifat produktif sebagaimana pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW dan dikemukakan dalam hadits riwayat Imam Muslim dari Salim Ibn Abdillah ibn Umar dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw telah memberinya pemberian (zakat) menyuruhnya untuk dikembangkan (tamawwalah) dalam kaitan itu, terdapat pendapat yang menarik dari sebagian ulama bahwa perintah (dalam hal ini BAZ dan LAZ yang amanah, terpercaya, dan profesional) diperbolehkan mem-bangun perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik dan yang lainnya dari uang zakat, untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya diberikan kepada para mustahiq dalam jumlah yang relatif besar, sehingga terpenuhi kebutuhan mereka dengan lebih leluasa. Pengembangan usaha yang lainnya dapat dianalogikan kepadanya. Hanya saja, dalam pelaksanaannya perlu kesungguhan, kehati-hatian, dan kecermatan, agar jangan sampai terjadi kerugian karena kesalahan para pengelola.
Hal yang sama dapat dilakukan pula untuk wakaf, terutama wakaf uang. Kalau dilihat secara hsitoris, para penguasa Dinasti Abbasiyah kerap mendorong pengembangan wakaf sebagai sumber pendapatan dan sekaligus pembiayaan untuk pembangunan, seperti biaya pendidikan. Cara inilah yang tetap abadi, karena tetap dilanjutkan oleh negara-negara Islam saat ini, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki dan Yordania, melalui lembaga-lembaga wakafnya. Wakaf bagi negara ini, tidak saja untuk biaya pendidikan, dan kesehatan masyarakat, melainkan juga dapat membangkitkan ekonomi masyarakat, karena menurut hemat mereka wakaf dapat dikelola dalam bentuk saham, usaha-usaha produktif, seperti real estate, pertanian, dsbnya, yang dikelola oleh lembaga-lembaga ekonomi yang profesional. (Budi Setyanto, 2003).
Hanya saja di samping dikelola oleh lembaga yang amanah, menurut Didin (2004), kerjasama dengan Lembaga Keuangan Syariah, seperti  Bank Syariah merupakan suatu keniscayaan. Bagaikan yang terdapat pada negara Mesir. Badan Wakaf yang dibentuk oleh pemerintah Mesir, ,emitipkan hasil harta wakaf di bank-bank islam. Bahkan Badan Wakaf turut berpartisipasi mendirikan bank-bank Islam, bekerja sama dengan beberapa perusahaan, membeli saham dan obligasi perusahaan penting, di samping juga memanfaatkan lahan kosong agar produktif. Hasil pengembangan wakaf dimanfaatkan untuk membantu kehidupan masyarakat miskin, anak yatim, mengangkat kehidupan pedagang kecil dan kaum dhuafa. Dana hasil pengembangan wakaf digunakan juga untuk mendirikan masjid, sekolah dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bagaikan juga di negara Bangladesh, menurut Budi, wakaf dikelola oleh lembaga keuangan syariah, yakni melalui Social Investment Bank Ltd. (SIBL), dengan mengembangkan Pasar Modal Sosial (the Voluntary Capital Market). Di samping itu lembaga ini juga mengembangkan instrumen-instrumen keuangan lainnya; Waqf Properties Development Bond, Cash Waqf Deposit Certificate, Family Waqf Certificate, Mosque Community Share, Quard-e-Hasana Certificate, Zakat/Ushr Payment Certificate, Hajj Saving Certificate, dan lain-lainnya.
Bahkan di negara kapitalis, Amerika Serikat, wakaf warga muslimpun dikelola secara profesional oleh lembaga-lembaga keuangan, seperti, Kuwait Waqf Public Foundation (KAPF) yang bermarkas di New York, dan al-Manzil Islamic Financial Service bertindak sebagai advisor. Hasilnya KAPF berhasi membangun apertemen senilai 85 juta dollar di atas tanah milik Islamic Cultural Center New York.
Bagaimana halnya Indonesia? Menurut Budi lebih jauh, pemerintah pada dasarnya punya kepentingan dengan pengembangan lembaga wakaf ini, apakah melalui lembaga keuangan syariah atau tidak. Sebab lembaga ini bisa membantu pemerintah dalam mengatasi kemiskinan dan pembangunan ekonomi masyarakat. Walaupun sangat disadari bahwa pemahaman umumnya masyarakat tentang wakaf mempengaruhi terhadap kelambanan terbentuknya lembaga wakaf ini secara konkrit. Dalam pemahaman umat yang telah terpatri bertahun-tahun, wakaf hanyalah berbentuk tanah dan hanya diperuntukkan untuk rumah ibadah atau lembaga-lembaga social.
Untuk itu suatu hal yang perlu dalam pemahaman yang sama adalah,    peningkatan kekuatan ekonomi umat melalui manajemen zakat dan wakaf yang baik akan terjadi, bila dilakukan secara sinergis dan koordinatif antara lembaga yang dimiliki umat. Zakat  dan wakaf dapat pula dimanfaatkan untuk kepentingan peningkatan SDM, seperti pemberian beasiswa bagi para pelajar, santri, dan mahasiswa dalam hal orang tua mereka termasuk dalam kategori mustahiq zakat. Singkatnya, para pengelola zakat dan wakaf harus memiliki program dan skala prioritas yang jelas. Demikian pula pelaporan (pemasukan dan pengeluaran) harus disampaikan secara terang dan jelas agar kepercayaan muzakki dan waqif  akan semakin bertambah.
D.Kesimpulan
Demikianlah makalah ini dibuat, mudah-mudahan bisa menjadi bahan pemikiran dan terwujud dalam kehidupan nyata dengan dikelolanya zakat dan wakaf secara institusional dan profesional, sebagai sebuah kekuatan ekonomi umat yang selalu berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di bawah panji-panji Islam. Agaknya pemerintah Indonesia hari ini, yang tengah kelabakan menghadapi persolan ekonomi bangsa yang masih carut marut, perlu memberikan political will secara regulatif dan dorongan-dorongan lain yang bisa mempercepat terwujudnya sistem aplikatif lembaga wakaf, di samping lembaga zakat yang sudah ada. Pemahaman dan kemauan masyarakatpun dalam mengelola zakat dan wakaf ini secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, dapat tercapai. Sehingga kemampuan dan kekuatan ekonomi umatpun semakin meningka

wakaf uang tunai

Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, suatu kelompok, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham dan cek.
      Sebelum membahas hukum wakaf tunai, perlu dijelaskan bahwa para ulama telah menetapkan salah satu syarat wakaf adalah harta yang diwakafkan harus bersifat tetap (tsabit), yaitu barang tersebut bisa dimanfaatkan tanpa merubah bentuknya.  Barang tetap  (tsabit) ini terbagi menjadi dua; pertama: barang yang tidak bisa dipindah-pindahkan (ghairu al-manqul), seperti tanah dan bangunan, kedua: barang yang bisa dipindahkan (al-manqul).
     Mereka sepakat tentang kebolehan wakaf dengan barang (ghairu al-manqul), tetapi mereka berbeda pendapat tentang hukum wakaf barang yang bisa dipindah (al-manqul). Perbedaan pendapat tersebut sebagai berikut:
      Pendapat Pertama: Tidak boleh wakaf dengan barang al-manqul secara mutlak. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan riwayat dari imam Ahmad.
    Pendapat Kedua: Boleh wakaf dengan barang al-manqul, jika barang tersebut sebagai pelengkap dari barang tidak al-manqul, atau jika terdapat dalil yang menyebutkan, seperti wakaf senjata. Ini pendapat Abu Yusuf.
    Pendapat Ketiga:  Boleh wakaf dengan barang al-manqul jika barang tersebut sebagai pelengkap dari barang tidak al-manqul, atau jika terdapat dalil yang menyebutkan hal tersebut, seperti wakaf senjata atau dengan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat bahwa barang tersebut diwakafkan. Ini pendapat Muhammad al-Hasan.
Dasarnya adalah Istihsan bi al-‘Urfi, (kebiasan masyarakat), seperti wakaf buku untuk para penuntut ilmu dan wakaf mushaf al-Qur’an untuk masyarakat.
Oleh karena itu, jika mewakafkan barang yang bisa dipindahkan tetapi belum membudaya di masyarakat, hukumnya kembali ke asal, yaitu tidak boleh. Pendapat Muhammad al-Hasan ini bertentangan dengan pendapat Abu Yusuf. Tetapi yang dijadikan fatwa dan qadha dalam madzhab Hanafi adalah pendapat Muhammad al-Hasan.  (Hasyiatu Ibn Abidin: 3/408, Fathu al-Qadir: 5/ 48) 
Hukum Wakaf Tunai
      Dari perbedaan pendapat ulama di atas, pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang membolehkan wakaf al-manqul, karena lebih dekat kemaslahatan umat.
    Tetapi, para ulama yang membolehkan wakaf al- manqul pun masih berbeda pendapat tentang hukum wakaf tunai (uang), walaupun uang sendiri bagian dari al-manqul, tetapi uang mempunyai sifat-sifat sendiri yang berbeda dengan sifat-sifat barang lain. Perbedaan ulama tersebut teringkas dalam dua pendapat berikut:
      Pendapat Pertama: Wakaf tunai hukumnya tidak boleh. Ini pendapat Ibnu Abidin dari Hanafiyah dan madzhab Syafi’i.  (Abu Bakar al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, 412) 
Ibnu Abidin berkata: “wakaf tunai (dengan dirham) merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakat Romawi, bukan dalam masyarakat kita. Begitu juga  wakaf kapak dan pisau pernah berlaku pada zaman terdahulu, tetapi tidak lagi pernah terdengar pada zaman kita. Untuk itu, tidak sah kalau diterapkan sekarang, seandainya-pun ada, maka sangat jarang terjadi dan itu tidak dianggap. (Sebagaimana diketahui) bahwa yang dijadikan standar adalah kebiasaan masyarakat yang sudah menyebar.“   (Hasyiatu Ibni Abidin: 3/375)
Mereka mempunyai dua alasan:
   Pertama: Uang zatnya bisa habis dengan sekali pakai. Uang hanya bisa dimanfaatkan dan dibelanjakan sehingga bendanya lenyap. Padahal inti dari wakaf adalah harta yang tetap. Oleh karena itu, ada persyaratan agar benda yang diwakafkan harus tahan lama dan tidak habis ketika dipakai.
Kedua: Uang diciptakan sebagai alat tukar, bukan untuk ditarik manfaatnya dengan mempersewakan zatnya
Pendapat Kedua: Wakaf tunai hukumnya boleh. Ini adalah pendapat Imam Zuhri, seorang ahli hadist, Muhammad bin Abdullah Al-Anshari, murid dari Zufar, sahabat Abu Hanifah, ini juga pendapat sebagian ulama mutaakhirin dari kalangan Hanafiyah dan sebagian ulama dari kalangan Syafii, sebagaimana disebutkan Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir, bahwa Abu Tsaur meriwayatkan hal itu dari Imam Syafi’i.
Di bawah ini beberapa nash dari mereka :
عَنِ الزُّهْرِي قَالَ:  فِيْمَنْ جَعَلَ أَلْفَ دِيْنَارٍ فِي سَبِيْلِ اللهِ دَفَعَهَا إِلَى غُلَامٍ لَهُ تَاجِرٍ يَتَّجِرُ بِهَا، وَجَعَلَ رُبْحَهُ صَدَقَةٌ لِلْمَسَاكِيْنَ وَالْأَقْرَبِيْنَ
Dari  Imam Zuhri bahwasanya ia berkata: “ Tentang seseorang yang mewakafkan seribu dinar di jalan Allah, dan uang tersebut diberikan kepada pembantunya untuk diinvestasikan, kemudian keuntungannya disedekahkan untuk orang-orang miskin dan para kerabat. “ (Shahih Bukhari: 4/14)
جَاءَ فِي حَاشِيَةِ ابْنِ عَابِدِيْنَ :  وَعَنِ الْأَنْصَارِيْ ، وَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ زُفَرِ ، فِيْمَنْ وَقَفَ الدَّرِاهِمَ أَوْ مَا يُكَالُ أَوْ مَا يُوْزَنُ أَيَجُوْزُ ذَلِكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قِيْلَ: وَكَيْفَ؟ قَالَ: بِدِفْعِ الدَّرَاهِمَ مُضَارَبَةٌ ثُمَّ يَتَصَدَّقُ بِهَا فِي الْوَجْهِ الَّذِي وَقَفَ عَلَيْهِ 
Dari Al-Anshari, dia adalah salah satu sahabat Zufar, ditanya tentang orang yang berwakaf dengan dirham atau dalam bentuk barang yang dapat ditimbang atau ditakar, apakah itu dibolehkan? Al-Anshari menjawab: Iya, boleh. Mereka bertanya bagaimana caranya? Beliau menjawab: dengan cara menginvestasikan dirham tersebut dalam mudharabah, kemudian keuntungannya disalurkan pada sedekahan. Kita jual benda makanan itu, harganya kita putar dengan usaha mudharabah, kemudian hasilnya disedekahkan.” (Hasyiatu Ibni Abidin: 3/374)
Di dalam al-Mudawanah al-Kubra Imam Malik disebutkan:
أَوْ قِيْلَ لَهُ فَلَوْ أَنَّ رَجُلًا حَبَّسَ مِائَةَ دِيْنَاٍر مَوْقُوْفَةٍ يسْلَفَهَا النَّاسُ وَيَرُدُّوْنَهَا عَلَى ذَلِكَ جَعَلَهَا حُبُسًا هَلْ تَرَى فِيْهَا زَكَاةٌ؟ فقال: نَعَمْ أَرَى فِيْهَا زَكَاةٌ
 “Ditanyakan kepada beliau tentang hukum seorang laki-laki yang menjadikan uangnya sebesar seratus dinar sebagai wakaf untuk dipinjamkan kepada masyarakat yang membutuhkan dan akan dikembalikan kepadanya lagi untuk disimpan lagi, apakah harta seperti ini  terkena kewajiban zakat? Beliau menjawab: Ya, saya berpendapat wajib dikeluarkan zakatnya.  (al-Mudawanah al-Kubra: 1/ 380
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa (31/234-235) meriwayatkan satu pendapat dari kalangan Hanabilah yang membolehkan berwakaf dalam bentuk uang, dan hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Qudamah dalam bukunya al-Mughni (8/229-230).
Pendapat Yang Benar
      Dari dua pendapat di atas, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang mengatakan wakaf tunai hukumnya boleh, karena tujuan disyariatkan wakaf adalah menahan pokoknya dan menyebarkan manfaat darinya. Dan wakaf uang yang dimaksud bukanlah dzat uangnya tapi nilainya, sehingga bisa diganti dengan uang lainnya, selama nilainya sama.
     Kebolehan wakaf tunai ini telah ditetapkan pada konferensi ke- 15, Majma’ al-Fiqh al-Islami  OKI, No : 140 , di Mascot, Oman, pada tanggal 14-19 Muharram 1425 H/ 6-11 Maret 2004 M.  Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan fatwa kebolehan wakaf tunai, pada tanggal 11 Mei 2002. 
     Wakaf Tunai juga sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 4/ 2009 dan dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004 diatur dalam pasal 28 sampai pasal 31. Wallahu A’lam .

DR. Ahmad Zain An Najah, MA
Pondok Melati, 2 Rajab 1413/ 22 Mei 2013

Mustahik Zakat


Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) baik zakat fitrah atau zakat harta, yaitu sesuai dengan firman Allah SWT :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-taubah : 60)
Delapan golongan yang berhak menerima zakat sesuai ayat di atas adalah :
1. Orang Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpilkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan Budak: mancakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mancakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
.
Hal–hal yang perlu diperhatikan:
1. Tidak sah memberikan zakat fitrah untuk masjid.
2. Panitia zakat fitrah yang dibentuk oleh masjid, pondok, LSM, dll (bukan BAZ) bukan termasuk amil zakat karena tidak ada lisensi dari pemerintah.
3. Fitrah yang dikeluarkan harus layak makan, tidak wajib yang terbaik tapi bukan yang jelek.
4. Istri yang mengeluarkan fitrah dari harta suami tanpa seizinnya untuk orang yang wajib dizakati, hukumnya tidak sah.
5. Orang tua tidak bisa mengeluarkan fitrah anak yang sudah baligh dan mampu kecuali dengan izin anak secara jelas.
6. Menyerahkan zakat fitrah kepada anak yang belum baligh hukumnya tidak sah (qobd-nya), karena yang meng-qobd harus orang yang sudah baligh.
7. Zakat fitrah harus dibagikan pada penduduk daerah dimana ia berada ketika terbenamnya matahari malam 1 Syawal. Apabila orang yang wajib dizakati berada di tempat yang berbeda sebaiknya diwakilkan kepada orang lain yang tinggal di sana untuk niat dan membagi fitrahnya.
8. Bagi penyalur atau panitia zakat fitrah, hendaknya berhati-hati dalam pembagian fitrah agar tidak kembali kepada orang yang mengeluarkan atau yang wajib dinafkahi, dengan cara seperti memberi tanda pada fitrah atau membagikan kepada blok lain.
9. Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) tetap wajib fitrah sekalipun dari hasil fitrah yang didapatkan jika dikategorikan mampu.
10. Fitrah yang diberikan kepada kyai atau guru ngaji hukumnya TIDAK SAH jika bukan termasuk dari 8 golongan mustahiq.
11. Anak yang sudah baligh dan tidak mampu (secara materi) sebab belajar ilmu wajib (fardlu ‘ain atau kifayah) adalah termasuk yang wajib dinafkahi, sedangkan realita yang ada mereka libur pada saat waktu wajib zakat fitrah. Oleh karena itu, caranya harus di-tamlikkan atau dengan seizinnya sebagaimana di atas.
12. Ayah boleh meniatkan fitrah seluruh keluarga yang wajib dinafkahi sekaligus. Namun banyak terjadi kesalahan, fitrah anak yang sudah baligh dicampur dengan fitrah keluarga yang wajib dinafkahi. Yang demikian itu tidak sah untuk fitrah anak yang sudah baligh. Oleh karena itu, ayah harus memisah fitrah mereka untuk di-tamlikkan atau seizin mereka sebagaimana keterangan di atas.
13. Fitrah dengan uang tidak sah menurut madzhab Syafi’i.

AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADIS TENTANG Zakat, Infaq dan Sedekah


I. Ayat-ayat Al Qur’an Tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah
QS. Al Baqarah :
Ayat 43 :
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
Ayat 83 :
Dan (Ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil ( yaitu ) : Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.
Ayat 110 :
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Ayat 177 :
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan , akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Ayat 215 :
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah : “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Ayat 245 :
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkah hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.
Ayat 254 :
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Ayat 261 :
Perumpamaan (nafkah yang di keluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir, seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siap yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat 263 :
Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Ayat 264 :
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu di timpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah ). Maka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Ayat 265 :
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.
Ayat 267 :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Ayat 270 :
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
Ayat 274 :
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat 276 :
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
Ayat 277 :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
QS. Ali ‘Imran :
Ayat 92 :
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Ayat 133-134 :
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang di sediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
QS. An Nisaa’ :
Ayat 38 :
Dan (juga) orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil syaithan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.
Ayat 77 :
Tidakkah kaamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!” Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: “Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?” Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
Ayat 162 :
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmu-nya di antara mereka dan orang-orang mu’min, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (al Qur’an), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.
QS. Al Maaidah :
Ayat 12 :
Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menghapus dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”.
Ayat 55 :
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)
QS. Al An’aam :
Ayat 141 :
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanaman-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitu dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
QS. Al A’raaf :
Ayat 156 :
Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di hari akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.”
QS. Al Anfal :
Ayat 2-3 :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
QS. At Taubah :
Ayat 5 :
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 11 :
Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.
Ayat 18 :
Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat 58 :
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.
Ayat 60 :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus-pengurus (amil) zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat 71 :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasulnya. Mereka itu akan diberi raahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat 75 :
Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.”
Ayat 79 :
(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.
Ayat 99 :
Dan di antara orang-orang araab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do’a Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat 103 :
Ambilah zakat dari sebagiaan harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkaan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat 104 :
Tidakkah mereka mengetahui, baahwasannya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwasannya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?
Ayat 111 :
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralaah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
QS. Ar Ra’d :
Ayat 22 :
Dan orang-orang yang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).
QS. Ibrahim :
Ayat 31 :
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yaang Kami berikan kepada mereka secar sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.
QS. Al Israa’ :
Ayat 26 :
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
QS. Maryam :
Ayat 31 :
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.
Ayat 55 :
Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.
QS. Al Anbiyaa’ :
Ayat 73 :
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.
QS. Al Hajj :
Ayat 35 :
(yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.
Ayat 41 :
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar; dan kepada Allah lah kembali segala urusan.
Ayat 78 :
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
QS. Al Mu’minuun :
Ayat 1-4 :
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.Dan orang-orang yang menunaikan zakat.
QS. An Nuur :
Ayat 36-37 :
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
Ayat 56 :
Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada Rasul supaya kamu diberi rahmat.
QS. Al Furqaan :
Ayat 67 :
Dan orang-orang yang apaabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian
QS. An Naml :
Ayat 1-3 :
Thaa Siin (surat) ini adalah ayat-ayat Al Qur’an dan (ayat-ayat) Kitab yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.
QS. Ar Ruum :
Ayat 39 :
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-oarang yang melipat gandakan (pahalanya).
QS. Luqman :
Ayat 1-4 :
Alif Laam Miim. Inilah ayat-ayat Al Qur’an yang mengandung hikmah, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan. (yaitu) orang orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka yakin akan adnya negeri kahirat.
QS. As Sajdah :
Ayat 15-16 :
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka
QS. Al Ahzab :
Ayat 33 :
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
QS. Saba’ :
Ayat 39 :
Katakanlah; “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.
QS. Faathir :
Ayat 29 :
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.
QS. Yaa Siin :
Ayat 47 :
Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Nafkahkanlah sebagian dari rezki yang diberikan Allah kepadamu”, maka orang-orang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: “Apakah kami akan memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, tiadalah kamu melainkan dalam kesesatan yang nyata.”
QS. Fush Shilat :
Ayat 6-7 :
Katakanlah: “Bahwasannya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya). (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.
QS. Adz-Dzaariyaat : 19
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.
QS. Al Hadiid :
Ayat 7 :
Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkaahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
Ayat 18 :
Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak
QS. Al Mujaadilah :
Ayat 13 :
Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
QS. Al Munaafiquun :
Ayat 10-11 :
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepadaa salah seorang di antara kamu; lau ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapaat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
QS. At Taghaabun :
Ayat 16 :
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Ayat 17 :
Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa laagi Maha Penyayang.
QS. Ath Thalaaq :
Ayat 7 :
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
QS. Al Haaqqah :
Ayat 30-34 :
(Allah berfirman): “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya.” Kemudian masukannlaah di ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin.
QS. Al Ma’aarij :
Ayat 18 :
Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya. (maksudnya; orang yang menyimpan hartanya dan tidak mau mengeluarkan zakat dan tidak pula menafkahkannya ke jalan yang benar)Ayat 19 – 25 :
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).
QS. Al Muzzammil :
Ayat 20 :
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.
QS. Adh Dhuhaa :
Ayat 10 :
Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya.
Ayat 11 :
Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).
QS. Al Bayyinah :
Ayat 5 :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supayaa menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
QS. Al Maa’uun :
Ayat 7 :
Dan enggan (menolong dengan) barang berguna (enggan membayarkan zakat)
II. Hadits Nabi Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah
“Amil shadaqah (zakat) yang melakukan tugasnya dengan benar dan ikhlas karena Allah SWT, ia laksana orang yang berperang di jalan Allah, sampai ia kembali lagi kerumahnya.” (HR. Ahmad)
“Selama zakat masih bercampur dengan kekayaan, hanya akan berakibat kerusakan di dalam kekayaan itu sendiri (HR. Imam Ahmad, An Nasai dan Abu Daud).
“Sesungguhnya kesempurnaan Islam kalian adalah bila kalian menunaikan zakat bagi harta kalian.” (HR. Al Bazzar)
Saya diperintahkan untuk memerangi manusia kecuali bila mereka mengikrarkan syahadat bahwa Tiada Tuhan Selain Allah (“Laa Ilaha Illallah”) apabila mereka sudah mengatakan, maka mereka terpelihara dariku darah mereka dan harta mereka kecuali Hak Islam.” (HR. Bukhari Muslim)
“Siapa yang dikaruniai oleh Allah kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan di datangi oleh seekor ular jantan gundul, yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik di atas kedua matanya lalu melilit dan mematuk lehernya sambil berteriak; saya adalah kekayaanmu, saya adalah kekayaanmu yang engkau timbun-timbun dahulu.”
“Setiap orang muslim wajib bersedekah.” (HR. Bukhari)
1. Zakat Fitrah/Fidyah
Dari Ibnu Umar ra berkata :
“Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk sholat (‘iid ). ( Mutafaq alaih ).
Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.
Menurut mazhab hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayar- kan harganya dari makanan pokok yang di makan.
Pembayaran zakat menurut jumhur ‘ulama :
Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal.
Keterangan :Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang dibolehkan oleh syaria’t dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa.
Zakat Maal
1. Pengertian Maal (harta)
Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya.
Sedangkan menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:
Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan
Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.
2. Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati
Milik Penuh
Artinya harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
Berkembang
Artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.
Cukup Nishab
Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat dan dianjurkan mengeluarkan Infaq serta Shadaqah
Lebih Dari Kebutuhan Pokok
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum, misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb.
Bebas Dari hutang
Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat.
Berlalu Satu Tahun (Al-Haul)
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
3. Harta (maal) yang Wajib di Zakati
Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung).
2. Emas Dan Perak
Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.
3. Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti : CV, PT, Koperasi, dsb.
Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
Ma’din dan Kekayaan Laut
Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.
Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Zakat Profesi/Pendapatan
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswasta, dll.
Dasar Hukum Syari’at
Firman Allah SWT:
“dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bahagian”. (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 19)
Firman Allah SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS Al Baqarah: 267)
Hadist Nabi SAW:
“Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu”.(HR. AL Bazar dan Baehaqi)
Hasilan profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, wiraswasta, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu, oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan “zakat”. Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada dasarnya/hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara’).
Dengan demikian apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Perhitungan Zakat Pendapatan/Profesi
Nisab zakat pendapatan / profesi setara dengan nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras, kadar zakatnya sebesar 2,5 %. Waktu untuk mengeluarkan zakat profesi pada setiap kali menerima diqiyaskan dengan waktu pengeluaran zakat tanaman yaitu setiap kali panen. “Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya ( dengan dikeluar kan zakat nya ). ( QS : Al-An’am : 141 ).

Wakaf dan Dalilnya dalam Al-Qur’an dan Al- Hadits BY : Moh. Hari Rusli




  • 2. Dalil Tentang Wakaf A. Menurut Al-Quran Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain: 1. Q.S. al-Baqarah (2): 267 “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
  • 3. 2. Q.S. al-Baqarah (2): 261 “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir menghasilkan seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” 3. Q.S. Ali-Imron (3): 92 “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Maka sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang kamu nafkahkan.”
  • 4. B. Menurut Hadis Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya. ِ‫ب‬َّ‫الن‬ ‫ى‬َ‫ت‬َ‫أ‬َ‫ف‬ َ‫ر‬َ‫ب‬ْ‫ي‬َ‫خ‬ِ‫ب‬ ‫ا‬ً‫ض‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ َ‫اب‬َ‫ص‬َ‫أ‬ ِ‫ب‬‫ا‬َّ‫ط‬َ‫خ‬ْ‫ال‬ َ‫ن‬ْ‫ب‬ َ‫ر‬َ‫م‬ُ‫ع‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬‫ا‬َ‫ي‬ َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ه‬‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ه‬ُ‫ر‬ِ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ت‬ ْ‫س‬َ‫ي‬ َّ‫ي‬ ً‫ال‬َ‫م‬ ْ‫ب‬ِ‫ص‬ ُ ‫أ‬ ْ‫م‬َ‫ل‬ َ‫ر‬َ‫ب‬ْ‫ي‬َ‫خ‬ِ‫ب‬ ‫ا‬ً‫ض‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ ُ‫ت‬ْ‫ب‬َ‫ص‬َ‫أ‬ ‫ي‬ِ‫ن‬ِ‫إ‬ ِ َّ‫اَّلل‬ َ‫ل‬‫و‬ ُ‫س‬َ‫ر‬‫ا‬َ‫م‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ي‬ِ‫د‬ْ‫ن‬ِ‫ع‬ َ‫س‬َ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ ُّ‫ط‬َ‫ق‬ ِ‫ب‬ َ‫ت‬ْ‫ق‬َّ‫د‬َ‫ص‬َ‫ت‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬َ‫ل‬ْ‫ص‬َ‫أ‬ َ‫ت‬ ْ‫س‬َ‫ب‬َ‫ح‬ َ‫ت‬ْ‫ئ‬ِ‫ش‬ ْ‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ُ‫ر‬ُ‫م‬ْ‫أ‬َ‫ت‬ُ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ ُ‫ر‬َ‫م‬ُ‫ع‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ َ‫ق‬َّ‫د‬َ‫ص‬َ‫ت‬َ‫ف‬ َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ ‫ا‬َ‫ه‬ َ‫ق‬ُ‫ف‬ْ‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ َ‫ق‬َّ‫د‬َ‫ص‬َ‫ت‬َ‫و‬ ُ‫ث‬َ‫ر‬‫و‬ُ‫ي‬ َ‫ل‬َ‫و‬ ُ‫ب‬َ‫وه‬ُ‫ي‬ َ‫ل‬َ‫و‬ ُ‫اع‬َ‫ب‬ُ‫ي‬ َ‫ل‬‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ‫ى‬َ‫ب‬ْ‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ال‬ ‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ِ‫ء‬‫ا‬َ‫ر‬ ِ‫ف‬ْ‫ي‬َّ‫الض‬َ‫و‬ ِ‫يل‬ِ‫ب‬ َّ‫الس‬ ِ‫ن‬ْ‫ب‬‫ا‬َ‫و‬ ِ َّ‫اَّلل‬ ِ‫يل‬ِ‫ب‬ َ‫س‬ ‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫الر‬ "Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar berkata : "Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah SAW. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan." Ibnu Umar berkata: "Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR Bukhari, Kitabusy Syurut, no. 2532).
  • 5. Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diriwayatkankan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ل‬ِ‫إ‬ ُ‫ه‬ُ‫ل‬َ‫م‬َ‫ع‬ ُ‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ َ‫ع‬َ‫ط‬َ‫ق‬ْ‫ن‬ِ‫ا‬ ُ‫ان‬ َ‫س‬ْ‫ن‬ِ‫إل‬‫ا‬ َ‫ات‬َ‫م‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ٍ‫ة‬َ‫ق‬َ‫د‬َ‫ص‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ل‬ِ‫إ‬ ٍ‫ث‬َ‫ال‬َ‫ث‬ َ‫ي‬ ِ‫ح‬‫ال‬َ‫ص‬ ٍ‫د‬َ‫ل‬َ‫و‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ ،ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ُ‫ع‬َ‫ف‬َ‫ت‬ْ‫ن‬ُ‫ي‬ ٍ‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ع‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ ،ٍ‫ة‬َ‫ي‬ِ‫ر‬‫ا‬َ‫ج‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫ع‬ْ‫د‬ “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.” Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatab dususul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun "Bairaha". Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. lainnya, seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur. Mu'ads bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan "Dar Al-Anshar". Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah Isri Rasulullah SAW. Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senantiasa dijalankan